Dimasa kejayaan Kesultanan Bima, hasil tenunan seperti Tembe (Sarung), Sambolo (Destar) dan Weri (Ikat Pinggang) cukup laris dalam perdagangan Nusantara.
Para pembeli terpikat dengan tenunan Bima bukan hanya karena mutunya tapi juga mootif khas yang berbeda dengan motif tenunan suku-suku lainnya. Tenunan Bima yang tersohor pada masa itu adalah Tembe songke (Sarung songket) dan Sambolo Songke(Destar Songket).
Ragam motif tenunan Bima relatif sedikit bila dibandingkan dengan Jawa dan Bali. Motif tenunan Bima hanya menampilkan satu dari sekitar sembilan ragam motif hiasan dalam satu lembar sarung atau pakaian.
Misalnya kalau hiasan bunga sekuntum (Bunga Satako) tidak dapat disertakan dengan Bunga Aruna( Bunga Nenas).Berikut beberapa motif dan makna dari ragam hiasan dalam tenunan khas Bima.
1. Bunga Samobo (bunga Sekuntum), sebagai mahluk sosial manusia selain bermanfaat bagi dirinya, juga harus bermanfaat bagi orang lain, laksana sekuntum bunga yang memberikan aroma harum bagi lingkungannya.
2. Bunga Satako (Bunga Setangkai), sebagai simbol kehidupan keluarga yang mampu mewujudkan kebahagiaan bagi anggota keluarga dan masyarakat. Bagaikan setangkai bunga yang selalu menebar keharuman bagi lingkungannya.
3. Bunga Aruna (Bunga Nenas). Nenas yang terdiri dari 99 sisik(helai) merupakan simbol dari 99 sifat utama Allah yang wajib dipedomani dan diteladani oleh manusia dalam menjalankan kehidupan agar terwujud kehidupan bahagia dunia dan akhirat.
4. Bunga Kakando (Rebung) mengandung makna hidup yang penuh dinamika yang mesti jalani dengan penuh semangat.
Disamping mengenal motif bunga, tenunan Bima juga mengenal motif geometri seperti Gari(garis), Nggusu Tolu atau Pado Tolu( Segitiga), Nggusu Upa (Segi empat, Pado Waji (Jajaran Genjang), serta Nggusu Waru ( Segi Delapan ). Motif Gari(Garis) mengandung makna bahwa manusia harus bersikap jujur dan tegas dalam melaksanakan tugas, seperti lurusnya garis. Nggusu Tolu(Segitiga) berbentuk kerucut mengandung makna bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan Allah yang disimbolkan dalam puncak kerucut yang lancip. Nggusu Upa atau segi empat merupakan simbol kebersamaan dengan tetangga dan kerabat. Motif Pado Waji hampir sama maknanya dengan Nggusu Tolu, tetapi selain mangakui kekuasaan Allah juga harus mengakui kekuasaan pemimpin yang dilukiskan dengan dua sudut tumpul bagian kiri kanannya. Sedangkan Nggusu Waru, idealnya seorang pemimpin harus memenuhi delapan persyaratan yaitu :Beriman Dan Bertaqwa, Na Mboto Ilmu Ro Bae Ade ( Memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas), Loa Ra Tingi ( Cerdas Dan Terampil), Taho Nggahi Ra Eli (Bertutur kata yang halus dan sopan), Taho Ruku Ro Rawi (Bertingkah Laku Yang Sopan), Londo Ro Dou (Berasal Dari Keturunan Yang Baik),Hidi Ro Tahona ( Sehat Jasmani Dan rohani), Mori Ra Woko ( Mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari).
Berkaitan dengan warna, unsur warna dalam seni rupa Bima terdiri dari dana kala(warna merah), dana monca(warna kuning), Dana Owa(Warna Biru), Dana Jao (Warna Hijau), Dana Keta (Warna Ungu), Dana Bako (warna merah jambu), Dana Me’e (Warna Hitam) dan Dana Lanta (Warna Putih). Setiap warna memiliki makna. Merah mengandung nilai keberanian. Putih mengandung nilai kesucian. Biru simbol kedamaian dan keteguhan hati. Kuning bermakna kejayaan dan kebesaran. Hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Warna Ungu,merah jambu dan hitam melambangkan kesbaran dan ketabahan. Sedangkan coklat melambangkan kesabaran dan ketabahan kaum perempuan dalam menjalankan tugas. Dalam Seni Rupa Bima warna paling dominan adalah hitam sebagai simbol Bumi (Tanah) bermakna kesabaran. (alan malingi -Sumber Bacaan : M. Hilir Ismail dkk : Seni Budaya Mbojo (Seni Rupa Dan Seni Arsitektur ))
(Dari: http//sweet.student.umm.ac.id)
bagus blognya,,,di kembangkan lagi yach!!!
BalasHapus